Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Dalam setiap kompetisi, kemenangan memang menjadi tujuan, tetapi ada sesuatu yang jauh lebih berharga daripada sekadar skor di papan angka: sportivitas.
Sikap saling menghargai, menerima hasil dengan lapang dada, dan menjunjung tinggi kejujuran adalah nilai-nilai luhur yang harus dimiliki oleh setiap pemain, pelatih, suporter, hingga panitia dan wasit yang mengawal jalannya pertandingan.
Ketika semangat sportivitas terjaga, lapangan menjadi lebih dari sekadar arena persaingan. Ia menjelma menjadi ruang pembelajaran, tempat para pemain bertumbuh, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara mental dan emosional.
Kekalahan tak lagi terasa sebagai kehancuran, melainkan sebagai pelajaran berharga untuk bangkit lebih kuat. Kemenangan pun menjadi lebih bermakna, karena diraih dengan cara yang terhormat.
Abdul Asis, S. Pd I, Kepala Sekolah SD Negeri 7 Salotungo, mengingatkan bahwa sportivitas adalah kunci utama dalam membentuk karakter anak-anak bangsa.
“Sepak bola/futsal, voli, atau lomba apa pun, bukan hanya soal menang dan kalah. Ini soal bagaimana kita belajar menghargai usaha orang lain, menerima keputusan dengan ikhlas, dan tetap menjaga persaudaraan meski berada di kubu yang berbeda,” ujarnya dengan penuh bijak. Selasa (25/2/2025).
Para pelatih memegang peran penting sebagai pengarah dan panutan. Mereka tidak hanya melatih keterampilan, tetapi juga membangun mentalitas positif.
Ketika pelatih mengajarkan anak-anak untuk tidak menyalahkan wasit atau lawan saat kalah, mereka menanamkan benih kedewasaan yang akan tumbuh sepanjang hidup.
Suporter, sebagai roh pertandingan, juga memiliki andil besar dalam menjaga suasana kompetisi tetap kondusif.
Dukungan yang disuarakan dengan semangat, tanpa celaan atau provokasi, menjadi energi positif yang mengangkat moral tim tanpa menjatuhkan pihak lawan. Karena pada akhirnya, lawan di lapangan adalah saudara dalam semangat olahraga.
Tak kalah penting, panitia dan wasit sebagai pengadil lapangan harus memegang teguh integritas.
Keputusan yang adil, tanpa keberpihakan, menjadi penjaga utama sportivitas tetap menyala.
Keikhlasan untuk mengakui kekeliruan, jika memang terjadi, justru akan semakin memperkokoh kepercayaan semua pihak terhadap proses yang dijalani.
Pada akhirnya, sportivitas adalah cahaya yang menerangi setiap kompetisi. Ia mengajarkan bahwa kebesaran bukan hanya milik mereka yang menang, tetapi juga mereka yang mampu tersenyum dalam kekalahan dan memberi tepuk tangan untuk lawan yang telah berjuang.
Mari terus merawat semangat ini, menjadikan sportivitas sebagai nafas dalam setiap pertandingan, karena kemenangan sejati bukanlah sekadar mengangkat trofi, melainkan pulang dengan hati yang bersih dan persaudaraan yang semakin erat.