Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Kritik keras dilontarkan aktivis pendidikan terhadap gaya kepemimpinan sebagian besar kepala sekolah di Kabupaten Soppeng, terutama di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sorotan tajam mencuat dari satu kalimat yang kini ramai diperbincangkan: “Retorika tanpa aksi nyata, semua orang bisa.”
Aktivis yang dikenal vokal dalam mengawal isu-isu pendidikan lokal itu menyebut banyak kepala sekolah lebih sibuk bersilat lidah daripada bergerak nyata.
Mereka piawai menyusun narasi perubahan, namun abai terhadap realita keseharian di sekolah.
"Mereka jago bicara soal visi, misi, dan transformasi pendidikan. Tapi ketika diminta menunjukkan wujudnya di lapangan, yang muncul hanya dokumen seremonial dan agenda rapat tanpa makna. Ini bukan kepemimpinan, ini panggung sandiwara," tegas AT. (18/4/2025).
Ia menilai kepemimpinan sejati tidak lahir dari pidato megah, melainkan dari kehadiran nyata di ruang guru, di kelas, di tengah kesulitan.
"Seorang pemimpin harus tahu rasanya kekurangan alat praktik, harus melihat sendiri papan tulis yang mulai rapuh, dan punya nyali mengambil keputusan demi murid, bukan demi pencitraan," lanjutnya.
Ia juga menyinggung sejumlah sekolah yang stagnan bertahun-tahun bukan karena keterbatasan anggaran atau tenaga pengajar, tetapi karena kepala sekolahnya enggan bergerak melampaui rutinitas administratif.
Kritik ini ditujukan pula kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng, yang didesaknya untuk lebih objektif dalam mengevaluasi kinerja kepala sekolah berbasis dampak riil, bukan laporan indah yang penuh polesan.
"Jika kita terus membiarkan jabatan kepala sekolah diisi oleh mereka yang hanya jago bicara, maka pendidikan kita tak akan pernah melahirkan generasi tangguh. Yang ada hanyalah deretan masalah yang makin panjang," pungkasnya dengan nada prihatin.
(Red)