Sidoarjo, Kabartujuhsatu.news, Pembangunan Tugu Babalayar atau yang dikenal dengan Hikayat Sang Delta di pusat kota Sidoarjo kini menjadi sorotan tajam masyarakat dan berbagai pihak. Selasa (22/4/2025).
Dengan anggaran yang mencapai lebih dari Rp 650 juta, tugu yang didesain berbentuk bambu ini menuai kritik keras karena dianggap tidak sesuai spesifikasi dan menimbulkan dugaan korupsi yang dipertontonkan secara terbuka.
Proyek pembangunan yang dikerjakan oleh CV Walka Elektrindo pada tahun anggaran 2022 awalnya melalui proses sayembara desain yang disambut positif.
Namun, sejak pembangunan berjalan, berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan protes terkait kualitas dan biaya yang dianggap tidak sebanding dengan hasil akhir, bahkan dugaan korupsi pembangunan tugu tersebut telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo untuk ditindaklanjuti.
Sejumlah warga yang diwawancarai mengaku tidak mengetahui besaran anggaran proyek tersebut, namun mereka merasa kecewa dan kesal saat melewati tugu yang menurut mereka kurang memiliki nilai seni dan manfaat.
“Rp 650 juta itu bisa untuk membeli dua rumah di perumahan mewah Sukodono,” ujar Erman, seorang pemuda asal Sukodono.
Hal senada juga diungkapkan oleh seorang tukang bangunan lokal, Imron, yang memperkirakan biaya pembuatan tugu dengan desain serupa tidak akan lebih dari Rp 50 juta.
Pembangunan tugu ini digagas oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) di masa kepemimpinan Bupati Ahmad Muhdlor, yang kini telah menjadi tersangka dalam kasus pemotongan insentif pegawai BPPD oleh KPK.
Kejanggalan proyek ini turut menjadi perhatian publik, terutama karena tidak adanya klarifikasi resmi dari pihak terkait hingga saat ini.
“Setiap hari masyarakat dipaksa melihat bukti nyata betapa bobroknya sistem pemerintahan dan pembangunan di Sidoarjo.
Ini adalah wujud korupsi yang dipertontonkan ke publik,” ungkap Prof. Muzaki, pengamat dari Lembaga Riset Kebijakan Publik Pantau Korupsi (SPK).
Ia juga menyesali sikap semua pihak selama proses pembangunan dan penyelesaian tugu tersebut, padahal masih ada kesempatan untuk memperbaiki dan memperbaiki demi menjaga citra daerah.
Hingga kini, aparat penegak hukum belum memberikan keputusan terkait laporan tersebut.
Masyarakat menginginkan tindakan yang transparan dan tegas agar kasus ini tidak terus menerus merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah Sidoarjo.
Lembaga Riset Kebijakan Publik Pantau Korupsi (SPK)
adalah lembaga penelitian yang bergerak di bidang pengawasan korupsi dan kebijakan publik.
SPK berkomitmen untuk mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahan demi terwujudnya tata kelola yang bersih dan berkeadilan.
(Redho)